HAK CIPTA
·
PENJELASAN SINGKAT HAK CIPTA
Hak cipta adalah suatu hak yang dimiliki oleh
seseorang (pencipta) untuk mencegah orang lain mengakui, menyalin atau istilah
lainnya adalah menjiplak karya yang telah diciptakannya. Di Indonesia,
masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang
berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut,
pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1). Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
Perlindungan Hak Cipta dapat diberikan kepada
suatu karya cipta di bidang ILMU PENGETAHUAN (SCIENCE), SENI (ART) maupun
SASTRA (LITERARY) yang telah memiliki bentuk FIKSASI yang tetap dan dapat
menunjukkan ORISINALITAS dari pembuatnya. Perlindungan ini didapatkan secara
otomatis begitu karya tersebut telah diumumkan pertama kali oleh Penciptaanya.
Namun demikian untuk kepentingan pembuktian, suatu ciptaan yang telah ada
fiksasinya dapat pula didaftarkan melalui Kantor Hak Cipta cq Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual.
Secara umum jenis karya cipta yang bisa
dilindungi adalah:
1.
Literary
Works, yakni karya cipta yang berbentuk tulisan seperti buku, pamflet, ceramah,
kuliah, pidato, peta, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan
segala bentuk pengalihwujudannya.
2.
Musical
Works, yakni karya cipta berbentuk musik atau lagu (bunyi) dengan atau tanpa
teks.
3.
Graphical
Works, yakni karya cipta berbentuk gambar-gambar, karya arsitektur, peta,
layout karya tulis yang diterbitkan, seni lukis, seni gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni logo, seni batik dan berbagai bentuk seni terapan lainnya.
4.
Three
Dimensional Works, yakni karya cipta yang berbentuk tiga dimensi, seperti
patung, kolase, alat peraga untuk pendidikan dan ilmu pengetahuan atau
sejenisnya.
5.
Computer
Programme, yakni karya cipta berbentuk program komputer (binary code).
6.
Compilation
Works (gabungan karya), misalkan sinematografi, karya drama, drama musikal,
tari, koreografi, pewayangan, pantomim yang terdiri dari tulisan, musik maupun
gambar.
Pemegang Hak Cipta untuk jenis karya di atas
adalah PENCIPTA ASLI - bisa individu maupun gabungan individu, atau PENERIMA
HAK dari PENCIPTA berdasarkan pengalihan hak, baik dengan cara pewarisan,
hibah, wasiat, perjanjian jual beli maupun pemberian lisensi.
Selain daripada itu ada beberapa jenis Hak
Cipta yang tidak diketahui Penciptanya karena ciptaan tersebut lahir, tumbuh
dan berkembang dalam suatu pergaulan masyarakat tertentu, seperti: peninggalan
bersejarah, sejarah, benda budaya nasional, folklore, cerita rakyat, hikayat,
dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi
dan berbagai karya seni lainnya, maka pemegang Hak Cipta tersebut adalah
NEGARA.
Apabila suatu ciptaan telah ada FIKSASI dan
si Pencipta dapat menunjukkan ORISINALITAS dari karya tersebut, maka dikatakan
telah lahir suatu Hak Cipta bagi Pemegangnya. Hak-hak yang melekat pada
Pemegang Hak Cipta adalah:
1.
Hak
Mengumumkan (Right to publish), antara lain: pembacaan, penyiaran, pameran,
penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan media
atau alat apapun, termasuk internet atau setidak-tidaknya melakukan suatu
perbuatan agar ciptaan tersebut dapat dibaca, dilihat atau didengar oleh orang
lain.
2.
Hak
Memperbanyak (Right to copy), yakni suatu perbuatan untuk menambah jumlah yang
secara substansial sama atau identik dengan karya asli pertama kali yang
diciptakan.
Selain daripada itu terkait dengan
pelaksanaan Hak Cipta, si Pencipta juga memiliki Hak Ekonomi dan Hak Moral. Hak
ekonomi dari Pencipta adalah menerima royalti atau manfaat sejenis lainnya dari
hasil eksploitasi Ciptaan baik oleh dirinya sendiri, maupun pihak ketiga atas
persetujuannya. Sedangkan Hak Moral adalah hak untuk selalu dicantumkan
identitas Pencipta dalam setiap pengumuman atau perbanyakannya, dan hak untuk
melarang pihak lain untuk mengubah bentuk asli (Fiksasi) tanpa izin. Hak Moral
ini berlaku tanpa batas waktu atau selama berlakunya ciptaan tersebut untuk
beberapa jenis ciptaan tertentu.
Hak Terkait (Related Rights) dalam Hak Cipta
adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh:
1.
Pelaku -
aktor, penyanyi, musisi, penari dan orang yang melakukan pertunjukan berkaitan
dengan karya-karya seni dan sastra-, yakni: hak untuk memberikan izin atau
melarang pihak lain tanpa persetujuannya untuk membuat, memperbanyak,
mendistribusikan, menyewakan, menyediakan atau menyiarkan rekaman suara atau
gambar pertunjukannya.
2.
Produser
Rekaman Suara, yakni: hak untuk memberikan izin atau melarang pihak lain tanpa
persetujuannya untuk memperbanyak, mendistribusikan, menyediakan atau
menyewakan karya rekaman suara atau bunyi.
3.
Lembaga
Penyiaran, yakni hak untuk memberikan izin atau melarang pihak lain tanpa
persetujuannya untuk membuat, memperbanyak, menyiarkan (broadcast), atau
menyiarkan ulang (re-run) karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa
kabel atau melalui sistem elektromagnetik lainnya.
Secara umum jangka waktu perlindungan Hak
Cipta adalah seumur hidup Pencipta atau apabila lebih dari satu Pencipta, maka
jangka waktu tersebut dihitung hingga umur Pencipta terakhir yang namanya
tercantum dalam Ciptaan ditambah dengan 50 tahun. Selain itu ada beberapa Hak
Cipta yang memiliki jangka waktu perlindungan yang spesifik, antara lain:
1.
Selama
50 tahun sejak pertama kali diumumkan, untuk ciptaan berupa Program Komputer,
sinematografi, fotografi, database dan hasil karya pengalihwujudan.
2.
Selama
50 tahun sejak pertama kali diterbitkan, untuk layout karya tulis.
3.
Selama
50 tahun sejak ciptaan diketahui umum, untuk ciptaan yang tidak diketahui
pencipta atau penerbitnya.
4.
Tanpa
Batas Waktu, untuk ciptaan folklore (ekspresi budaya tradisional) yang Hak
Ciptanya dipegang dan dilaksanakan oleh Negara.
5.
Selama
50 tahun sejak pertama kali dipertunjukkan, untuk Pelaku Hak Terkait.
6.
Selama
50 tahun sejak pertama kali direkam, untuk Produser Rekaman Suara.
7.
Selama
20 tahun sejak pertama kali disiarkan, untuk Lembaga Penyiaran
Sumber : http://www.daftarhaki.com/hak-cipta/
Dalam Undang-Undang Hak Cipta, ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang
mencakup hal-hal berikut.
1.
Buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain.
2.
Ceramah,
kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3.
Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4.
Lagu
atau musik dengan atau tanpa teks.
5.
Drama
atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime.
6.
Seni
rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
7.
Arsitektur.
8.
Peta.
9.
Seni
batik.
10.
Fotografi.
11.
Sinematografi.
Catatan
: Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan. Sumber : http://hakintelektual.com/hak-cipta/ciptaan-apa-saja-yang-dilindungi/
·
JENIS-JENIS
PELANGGARAN HAK CIPTA DAN CARA MENANGGULANGI PELANGGARAN HAK CIPTA
Adapun
beberapa jenis pelanggaran hak cipta antara lain:
1.
Membajak
2.
Mengkopi / menyalin ciptaan hak cipta
3.
mengadaptasi ciptaan orang lain untuk
dibuat hak cipta baru
4.
dll
Adapun
beberapa cara untuk menangulangi
pelanggaran hak cipta:
1.
dibuatnya undang oleh pemerintah tentang
hak cipta
2.
dibentuknya Tim Nasional Penanggulangan
Pelanggaran HKI oleh pemerintah yang pada pokoknya bertugas merumuskan
kebijakan nasional penanggulangan pelanggaran HKI, menetapkan langkah-langkah
nasional dalam menanggulangi pelanggaran HKI, serta melakukan koordinasi
sosialisasi dan pendidikan di bidang HKI guna penanggulangan pelanggaran HKI.
3.
dll
·
HAK
CIPTA KARYA SATRA
Karya
sastra tidak dapat dipandang sebelah mata. Dari karya sastra kita mendapatkan
pembelajaran. Menengok pada sejarah, ternyata dari lingkup karya sastralah
konsep hak cipta muncul. Dimulai sejak 2500 tahun yang lalu yakni, pada zaman
Yunani Kuno dimana diciptakan tanda baca dan tulis yaitu ’titik dan koma’ oleh
Pehriad. Namun oleh pemerintah Yunani ternyata kurang mendapat tanggapan.
Justru di pemerintahan Roma, Pehriad, melalui perjuangan anaknya, Appulus,
mendapatkan pengakuan sekaligus penghargaan berupa honorarium atas penggunaan
’titik’. Penggunaan tanda baca ’koma’ diserahkan bagi pemerintahan Roma. Dapat
dibayangkan betapa repotnya kita apabila tidak pernah diciptakan kedua tanda
baca ini. Suatu karya tulis tidak akan memiliki lagu ataupun keindahan.
Apa
yang dilindungi sebagai suatu ciptaan sebagaimana yang dikonsepkan oleh
Undang-Undang Hak Cipta dimanapun juga di seluruh dunia, adalah: ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra. Karya sastra diartikan sebagai suatu karya
tulis. Pertanyaan berikutnya adalah karya tulis yang seperti apa?
Sampai
sejauh ini, cukup sulit untuk mendefinisikan apa yang diartikan sebagai karya
sastra. Aristoteles mungkin mengartikan karya sastra sebagai hasil karya
orang-orang yang mampu mewujudkan ide yang ada dalam pikirannya disesuaikan
dengan realita masyarakat. Maka, hasil akhirnya suatu karya sastra lebih
cenderung sebagai pengejawantahan kehidupan seorang pengarang dengan
imajinasi-imajinasinya sebagai individu maupun dalam kehidupannya sebagai suatu
masyarakat. Tidak heran karya sastra bersifat sangat ekspresif, kritis bahkan
ada yang vulgar. Sering saya dibuat terkagum-kagum pada saat membaca suatu
karya sastra dimana seorang pengarang begitu mahir menyatukan kata-kata asli
ataupun kiasan yang oleh orang awam seperti saya harus dibaca berulang-ulang,
dan pada saat saya akhirnya mengerti maknanya, mampu membuat saya tersenyum.
Uniknya
lagi suatu karya sastra, terkadang hampir sama dengan lukisan abstrak. Pembaca
dapat menginterpretasikan karya sastra jauh melebihi maksud pengarang ataupun
bahkan berbeda sama sekali dengan maksud si pengarang. Interpretasi ini
tentunya juga tergantung dari latar belakang si pembaca yang berbeda-beda.
Disinilah mungkin yang diartikan sebagai kematian pengarang, karena pada saat
pembaca membaca suatu karya sastra, si pengarang akan ditiadakan. Pembaca akan
sibuk sendiri dengan pengartian-pengartian mereka atas karya sastra tersebut.
Apa yang membedakan karya sastra
dengan karya tulis biasa? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan bahwa
karya sastra adalah karya tulis yang menggunakan bukan bahasa sehari-hari,
memiliki keaslian dan keartistikan dalam bahasa dan pengungkapannya. Bahkan Dr.
Abdullah Dahana mengatakan bahwa arti sastra sendiri adalah ilmu yang
mempelajari kebudayaan. Menurutnya sejauh ini definisi sastra terlalu
dipersempit hanya dalam arti sastra saja.
Definisi karya sastrapun menjadi
tugas untuk dijawab oleh kalangan pemerhati karya sastra. Apalagi melihat
peraih nobel sastra ada yang berasal dari kalangan yang justru bukan sastrawan.
Misalnya saja Clifford Geertz yang menulis tentang sabung ayam di Bali.
Karyanya mengangkat fenomena masyarakat di Bali, menceritakan latar belakang
dari kegiatan sabung ayam, makna-makna yang terkandung dari kegiatan-kegiatan
tersebut. Dengan demikian apakah definisi dari suatu karya sastra masih
meliputi bahasa yang harus indah? Mungkin lebih tepat apabila sastra diartikan
sebagai budaya. Tinggal pembatasannya yang harus diperjelas.
Apapun definisi karya sastra, hak
cipta tetap memberikan perlindungan. Namun karena banyaknya penegak hukum yang
awam akan karya sastra, sudah seharusnya para sastrawan mulai aware, setidaknya
untuk mau melindungi hak ciptanya.
Di Indonesia, kasus hak cipta yang
cukup marak masih bersifat pembajakan buku, belum sampai ke tahap pelanggaran
hak cipta pada kutipan, pembacaan oleh pihak yang tidak ber hak. Berbeda dengan
di Eropa, seperti yang dialami oleh Taufiq Ismail. Stasiun radio Denmark
memberikan royalti kepada Taufiq karena sajaknya dibacakan oleh radio tersebut.
Disinilah uniknya, perbedaan negara tidak menghalangi seseorang yang beritikad
baik untuk membayar royalti atas karya cipta orang lain yang telah
dimanfaatkannya, walaupun kecil kemungkinannya si Pencipta tahu kalau karyanya
telah dieksploitasi. Hal seperti ini patut dicontoh oleh para pengguna karya
cipta orang lain.
Sastrawan disini juga harus lebih
hati-hati terutama dengan kemajuan tehnologi. Misalnya saja adanya mesin
pencari Google yang akan meluncurkan portal yang didedikasikan untuk dunia
sastra. Mesin ini akan mempromosikan semua bentuk karya sastra secara online.
Tentunya kecanggihan jaman memiliki nilai positif dan negatif. Positif untuk
seseorang dapat lebih mudah mempublikasikan karyanya, negatif, apabila suatu
karya cipta dimanfaatkan oleh orang lain tanpa memberikan imbalan yang layak
bagi penciptanya. Apalagi kondisi ini sudah dimudahkan dengan adanya sistem
online.
Walaupun undang-undang hak cipta
merupakan delik biasa dan bukan merupakan delik aduan, namun tanpa bantuan para
pencipta yakni sastrawan disini pastinya sangat sulit untuk menegakkan hukum
hak cipta atas karya sastra.
Pemerintah telah membuat
undang-undang hak cipta yaitu dengan maksud memberikan penghargaan bagi
pencipta berupa hak moral dan hak ekonomi. Apabila hak-hak ini hanya sekedar
penghias saja tentunya sangat disayangkan. Para sastrawan harus memperjuangkan
hak mereka. Dengan memperjuangkan hak moral, sastrawan akan dihormati namanya,
dan dengan hak ekonomi, sastrawan akan digantikan jerih payahnya.
Tidak pernah ada istilah terlambat,
budaya bangga ditiru tentunya harus sudah diganti. Bangga dengan adanya
acknowledgement tentunya akan lebih indah. Indah seperti karya-karya sastra
yang telah diciptakannya. Sumber : http://tamanpendidikandimasar.blogspot.com/2011/04/perlindungan-hukum-hak-cipta-atas-karya.html